Pantura24.com, Kota Pekalongan – Penyebab melonjaknya tagihan Perusahaan Air Minum (PAM) Kota Pekalongan diungkap oleh korban dan mantan karyawan Perusda Tirtayasa. Perusahaan plat merah tersebut diduga mempraktekan kecurangan kepada seluruh pelanggan secara acak.
“Saya pernah komplain soal tagihan yang tidak wajar itu. Saya mintakan foto meteran tidak diberikan, mereka ini tidak punya bukti,” ungkap M salah satu pelanggan melalui sambungan telepon, Senin (7/8/2023).
Ia menyebut tagihan melonjak yang dimaksud itu ada di Januari hingga Maret 2023 sebesar Rp 2 juta lebih. Sebelumnya tagihan hanya berkisar Rp 200 hingga Rp 275 ribu.
Upaya untuk meminta keringanan pun ditolak dan beban tagihan tersebut tetap ditimpakan kepada pelanggan dan harus dibayar meski pihak Perusda Tirtayasa tidak bisa menunjukan bukti berupa foto meteran yang menjadi acuan pemakaian air.
“Mereka ini (oknum di lapangan) sudah lama tidak datang ke rumah untuk mengecek meteran. Makanya tidak ada bukti foto meteran, hitungannya hanya estimasi dari tagihan sebelumnya ketika masih normal atau wajar,” ujarnya.
Warga Kelurahan Medono tersebut juga mengungkapkan selain tidak ada petugas datang ke rumah, pihak Perusda Tirtayasa juga meminta dirinya untuk rutin tiap bulan mengirim foto meteran sendiri sebagai bukti.
“Kita sudah bayar jasa bahkan dibebani uang perawatan Rp 10 ribu kok malah disuruh mengambil foto sendiri dan melaporkan tiap bulan, kan aneh. Harusnya ada pelayanan, kalau kekurangan SDM ya harus ditambah rekruitmennya,” keluhnya.
Adapun korban lainnya yang menolak mengungkap identitasnya menambahkan mengalami hal yang sama, hanya saja pengajuan komplain atas tagihan air yang membengkak tersebut sudah diterima serta direvisi oleh Perusda Tirtayasa dan mereka meminta maaf.
Sementara itu HO mantan pegawai Perusda Tirtayasa membeberkan dugaan praktik kecurangan tehadap pelanggan dilakukan dengan modus menukar foto meteran pada bukti tagihan secara acak.
Setelah itu dugaannya mereka mengarang sendiri angka kubikasi yang tertera di meteran seolah itu asli padahal fiktif karena tidak dilakukan pencatatan sebagaimana mestinya.
“Alurnya itu laporan fiktif hasil karangan oknum di lapangan diserahkan ke bagian hubungan pelanggan (hublang) yang manjadi atasannya, lalu diolah lagi oleh admin,” kata HO menjelaskan.
Ia menuturkan tidak ada bukti catatan maupun foto meteran air itu menandakan tidak ada kunjungan rutin ke rumah-rumah pelanggan. Oknum biasanya malas datang sehingga dipakai jurus mengarang laporan.
HO pun memberikan tips agar tagihan air milik pelanggan tidak lagi dikerjai oleh oknum dengan cara aktif mencatat atau memfoto sendiri meteran yang ada di rumah rutin tiap bulan.
“Itu bisa menjadi bukti bagi pelanggan, jadi bila nanti muncul tagihan berbeda maka bisa dicocokkan datanya dengan rekening tagihan dari pihak perusahaan,” terangnya.
Kemudian yang perlu diperhatikan, pelanggan juga harus cermat menghitung jumlah tagihan yang harus dibayarkan dengan cara mengecek atau mencocokan data dari rekening tagihan dengan angka di meteran apakah sudah sesuai.
“Jadi saat kita bayar tagihannya lihat berapa kubikasinya dan berapa angka meterannya. Lau hasil meteran dikurangi jumlah rekening, ilustrasinya awal bulan cek angka meteran lalu akhir bulan cek rekeninganya maka akan muncul jumlah kubikasi yang harus dibayar dengan cara angka meteran dikurangi tagihan di rekening,” paparnya.
Di sisi lain Direktur Perusda Tirtayasa Kota Pekalongan, Mohammad Iqbal saat dihubungi melalui sambungan telepon untuk menanggapi persoalan tersebut tidak merespon.
Yang bersangkutan baru merespon setelah beberapa saat dihubungi melalui chat What’s App dengan mengatakan sedang berada di luar kota.
“Masih di luar kota mas,” jawabnya singkat.