Kisah Pilu Ibu di Kota Pekalongan Putrinya Kelas Tiga SD Jadi Korban Rudapaksa Teman Se-Kampung

Kisah Pilu Ibu di Kota Pekalongan Putrinya Kelas Tiga SD Jadi Korban Rudapaksa Teman Se-Kampung
Pelajar putri kelas tiga SD di Kota Pekalongan jadi korban perbuatan tidak senonoh depan belakang oleh teman sekampung, ibu korban mengungkap kasus tengah berjalan di persidangan, Senin (28/4).

PANTURA24.COM, KOTA PEKALONGAN – Seorang ibu di Kota Pekalongan mengaku hatinya hancur lebur setelah mendapati buah hatinya yang masih berusia 9 tahun menjadi korban perbuatan tidak senonoh dari depan dan belakang oleh teman sekampungnya. Tidak hanya itu korban juga mendapatkan perlakuan tersebut lebih dari sekali saat masih kelas dua sekolah dasar.

“Dari pengakuan salah satu pelaku saat diperiksa polisi ternyata sudah melakukan sebanyak delapan kali. Akan tetapi firasat saya lebih dari itu,” ujar MJ (30) didampingi suaminya AA (38) kepada pantura24.com, Senin 28 April 2025.

Ia mengungkap dari keterangan saksi dan termasuk adik korban yang mengetahui perbuatan tersebut dilakukan di beberapa tempat seperti di kebun, belakang sekolah, rumah pelaku, bahkan ada yang dilakukan di musala. Kejadian berlangsung saat korban akan naik kelas tiga, tepatnya pada Juli 2024.

Dari keterangan saksi pula yang kebetulan menyaksikan adegan itu menyatakan bahwa korban ditarik lalu diajak ke kebun oleh pelaku dan dihalang-halangi oleh pelaku lain agar tidak bisa lari atau kabur lalu terjadilah perbuatan tidak senonoh itu ditonton oleh sejumlah saksi.

“Anak saya menangis saat BAB (buang air besar) mengeluarkan darah. Begitu juga bagian depannya ketika buang air kecil terasa perih, anak saya menderita,” kata MJ.

Setelah mendengar pengakuan anaknya diperlakukan tidak senonoh oleh pelaku yang masih bertetangga, ibu korban langsung mendatangi rumah keluarga pelaku untuk meminta pertanggungjawaban namun yang bersangkutan tidak ada di rumah

“Di rumah pelaku hanya ada bapaknya, saya langsung marah kalau anaknya telah merudapaksa anak saya dari depan dan belakang. Bapak pelaku berjanji akan menangkap anaknya kalau sudah pulang ke rumah,” tukasnya.

Setelah pelaku pulang dan diinterogasi oleh ayahnya awalnya tidak mengaku, setelah didesak akhirnya mengakui hanya melakukan perbuatan tersebut hanya sekali yang menimbulkan kemarahan ayah korban yang bermaksud melampiaskan namun dicegah.

Tak lama bibi pelaku datang lalu mengungkapkan kalau kelakuan keponakannya itu sudah sangat keterlaluan karena dirinya juga kerap menjadi sasaran intip ketika masih belum bersuami. Bahkan bibi pelaku meminta keponakannya itu diusir dari rumah atau dipulangkan ke ibu kandungnya.

“Karena tidak mendapat keadilan akhirnya saya ajak suami dan anak saya yang menjadi korban untuk visum lalu melaporkan pelaku ke polisi. Dari hasil visum dokter menjelaskan kalau bagian dubur anak saya ada luka memar dan bengkak, begitu juga di bagian alat vital ada luka robek,” beber ibu korban.

Setelah melapor ke polisi, keluarga pelaku utama datang ke rumah meminta maaf dan berjanji akan membantu mencarikan pelaku lainnya. Benar saja paman pelaku memang membantu mencari pelaku lain namun saat diinterogasi menolak mengaku.

kemudian polisi bertindak, para pelaku dan saksi dibawa ke kantor hingga akhirnya muncul pengakuan dari pelaku utama yang masih berusia 16 tahun telah melakukan perbuatan tidak senonoh dari depan dan belakang sebanyak delapan kali.

“Salah satu saksi adalah adik korban menyebut ada lima anak di lokasi kejadian namun yang melakukan dua anak, yang lainnya menonton dan menghalangi bila korban akan kabur,” terang MJ.

Lalu ada pengakuan lain bahwa tidak hanya di kebun tapi juga kejadian serupa di rumah saksi lainnya. Adik korban mengungkap tiap kali pelaku beraksi selalu mengancam akan memukuli sehingga kakak beradik tersebut tidak berani, padahal sang adik merasa kasihan melihat kakaknya kesakitan.

MJ menyebut pelaku utama pernah bersekolah sampai kelas satu SMP namun keluar sedangkan pelaku lainnya yang tidak sampai ditersangkakan oleh polisi berusia 14 tahun, saat kejadian masih kelas 6 SD. Polisi berdalih pelaku masih di bawah usia 14 tahun sehingga tidak dilakukan penangkapan.

“Sekarang perkara anak saya sudah dilimpahkan ke pengadilan. Saya mengikuti sidang pada Kamis 24 April 2025 kemarin, saya tidak tahu apakah itu sidang pertama atau kedua karena kata adik saya, sidang pertama 17 April 2025. Saya tidak ada pemberitahuan,” katanya.

Pihak keluarga korban menyesalkan dari dua pelaku sesuai kesaksian, polisi hanya menetapkan satu tersangka dan saat dilimpahkan ke pengadilan yang berstatus terdakwa hanya satu dan yang lebih menyakitkan lagi pelaku lainnya dengan tenang bersekolah tanpa pernah merasa bersalah.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *