PANTURA24.COM, PEKALONGAN – Lansia sebatang kara yang menjadi korban dugaan persekongkolan jahat mantan menantu akhirnya melaporkan kasusnya ke polisi. Dayana (84) warga Desa Waru Lor, Kecamatan Wiradesa, Kabupaten Pekalongan yang terancam kehilangan tanah dan rumah itu memilih menempuh jalur hukum.
“Hari ini kami mendampingi ibu Dayana melapor ke polisi terkait kasus yang dialami, yakni sertifikat tanah dan rumah dijual oleh mantan menantu tanpa proses yang sah dan legal,” kata Direktur LBH Adhyaksa Didik Pramono mewakili kliennya di Mapolres Pekalongan, Senin 4 November 2024.
Ia menyebut kliennya telah memberikan keterangan yang diperlukan penyidik untuk kepentingan pengembangan kasus tersebut. Pihaknya sebelumnya sudah menjalani mediasi dengan para oknum yang terlibat dalam proses ambil alih sertifikat tanah dan rumah yang berpindah tangan ke orang lain tanpa prosedur hukum yang bisa dibenarkan.
Proses pindah kepemilikan sertifikat tanah dari semula atas nama kliennya, Ibu Dayana menjadi atas nama orang lain dengan melanggar hukum itu melibatkan sejumlah nama dan profesi.
“Nanti kita ungkap satu persatu. Yang jelas prosesnya akan kami kawal, apalagi ini korbannya adalah lansia yang hidup sebatang kara dan perbuatan orang-orang yang terlibat tersebut sungguh keterlaluan menjadikan nenek renta berusia 84 tahun sebagai sasaran,” ujarnya.
Diberitakan sebelumnya seorang nenek berusia lanjut tidak menyangka di usia senjanya harus merasakan kepedihan. Selain sudah lebih dulu ditinggal pergi dua anak kesayangannya, juga terancam kehilangan tanah dan rumah yang ditinggalinya selama puluhan tahun.
“Tanah dan rumah ini sudah dijual oleh mantan menantu saya sendiri,” ungkap nenek Dayana kepada pantura24.com saat ditemui di rumahnya, Sabtu 6 Juli 2024.
Perempuan tua yang masih terklihat sangat sehat itu mengungkap awal kejadian yang menyebabkan dirinya terancam kehilangan rumah berikut tanah pekarangan peninggalan almarhum suaminya.
“Awalnya mantan menantu saya pinjam sertifikat lalu dijaminkan ke bank. Saya lupa kalau tidak salah Rp 115 juta, atau Rp 105 juta. Saya tidak ingat, tapi uangnya digunakan untuk modal usaha dagang,” jelasnya.
Belakangan sertifikat tanah yang diagunkan ke bank tersebut dijual tanpa persetujuan dirinya, Ironisnya meski tanpa ada tanda tangan dirinya selaku pemilik sertifikat yang sah bisa berubah menjadi atas nama orang lain.
“Semula mantan menantu saya membantah namun akhirnya mengaku telah menjualnya. Bahkan sempat mengajak tinggal bersama dengan alasan sudah terlanjur, tawaran itu saya tolak mentah-mentah,” tegasnya.
Untuk membuktikan bahwa tanah telah dijual, Dayana sempat mendatangi oknum notaris yang ditunjuk namun jawaban yang ia terima tanah yang dimaksud bukan miliknya lagi, akan tetapi sudah menjadi milik orang lain.
Dayana mengaku belum pernah sekalipun tanda tangan maupun hadir di hadapan notaris untuk proses jual beli. Kemudian muncul pengakuan mantan menantunya yang menyebut tanah dan rumah tersebut telah diberikan.
“Saya marah karena tidak pernah mengucap memberi tanah dan rumah ke menantu, jadi tidak mungkin apalagi dia hanya mantan menantu bukan anak,” sebutnya.