PANTURA24.COM, KOTA PEKALONGAN – Sejumlah nasabah BMT An-Naba Kota Pekalongan melakukan aksi menutup mulut dengan lakban hitam. Aksi korban dugaan penipuan dan penggelapan dana simpanan milik nasabah itu berlangsung di depan Kantor Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Dinperindagkop-UKM) setempat.
Aksi para nasabah BMT An Naba di depan kantor Dinperindag itu pun sempat menjadi perhatian petugas kemananan, pegawai kantor setempat dan warga yang melintas. Dengan membentangkan beberapa tulisan, peserta aksi menanyakan keseriusan Polisi untuk mengusut dan menindak pengurus maupun manajemen BMT An Naba.
“Kami menyuarakan nasib para korban dan juga mempertanyakan keseriusan polisi dan pihak dinas menyelesaikan kasus dugaan penipuan dan penggelapan dana milik nasabah BMT An Naba,” ujar salah satu peserta aksi berinisial MR, Senin (1/7/2024).
Ia mengatakan korban dari BMT An Naba tersebut sudah empat tahun lebih menunggu janji manis dari pihak koperasi yang katanya akan mengembalikan dana milik nasabah setelah pelantikan DPRD pada 2019 dan kini berjanji lagi setelah pelantikan DPRD 2024 akan menjaminkan Surat Keputusan (SK) ke bank agar bisa mengembalikan dana milik nasabah.
MR juga mempertanyakan sikap dinas koperasi yang setelah audensi beberapa waktu lalu mau membantu menyelesaikan persoalan BMT An Naba kini malah diam seolah bukan menjadi tanggung jawabnya lagi. Padahal disampaikan sendiri BMT An Naba menjadi kewenangan dari dinas koperasi.
“Kini kami harus kemana lagi mengadu dan meminta pertolongan. Maka aksi menutup mulut ini menjadi simbol kami dibungkam dan harus berjuang sendiri mencari keadilan tanpa kehadiran pemerintah dan hukum yang dapat menjangkau kejahatan koperasi,” sebutnya.
Sementara itu Ketua LBH Adhyaksa Pekalongan Imamul Abror saat mendampingi warga menilai pihak dinas koperasi telah menerapkan sekaligus mempraktikkan kebijakan standar ganda di hadapan para korban kejahatan koperasi di Kota Pekalongan.
“Mereka katakan sendiri kalau BMT An Naba menjadi kewenangan dari dinas koperasi mulai dari perizinan, penindakan maupun pemberian sanksi bila ada pelanggaran tapi kenapa lari dari tanggung jawab. Di sisi lain mereka juga bilang sendiri kalau tidak memiliki wewenang menindak BMT Mitra Umat karena itu jadi kewenangan pemerintah provinsi namun pada saat ada pihak lain berdemo justru mati-matian menghadirkan pengurus BMT Mitra Umat untuk bernegoisasi, ada apa dengan dinas koperasi,” bebernya.
Ia pun membenarkan penyampaian aspirasi dari para korban BMT An Naba yang melakukan aksi menutup mulut dengan lakban sebagai simbol pembiaran korban kejahatan koperasi berjuang sendiri. Seolah ada suara yang mengatakan ‘sudah ikhlaskan saja uangmu tak usah membuat gaduh’.
Imam mengaku prihatin bahwa nasib warga Indonesia tidak mendapatkan perlindungan hukum yang memadai dan kerap hanya dijadikan korban dalam segala situasi termasuk dari pemerintah. Dengan kondisi seperti itu apakah koperasi masih bisa dipercaya.
“Kurang apa coba, nasib korban koperasi tidak dilindungi dan tidak diganti uangnya bila ada kejadian seperti ini, lalu menabung di bank juga sama nasibnya tidak ada ganti bila simpanan melebihi Rp 2 miliar karena pemerintah hanya menggaransi simpanan di bawah itu,” jelasnya.
Ia menyebut BMT An Naba sudah dilaporkan ke polisi dan saat ini pihaknya masih menunggu tindak lanjut dari kasus tersebut. Demikian juga dengan BMT Nurussa’adah juga sudah dilaporkan, kemudian ada BMT Mitra Umat yang sebelumnya juga sudah dilaporkan ke polisi.
“Saat ini kami masih menunggu progresnya, kalau ini lamban ditangani bukan tidak mungkin aksi akan terus berlanjut,” ucapnya.