PANTURA24.COM, KOTA PEKALONGAN – Sidang perdana kasus dugaan praktik mafia tanah yang menyebabkan satu keluarga di Kota Pekalongan terancam terusir dari rumahnya sendiri berlangsung di Pengadilan Negeri setempat. Agenda sidang perdana itu pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
“Hari ini penuntut umum belum siap menghadirkan saksi sehingga sidang ditutup dan ditunda pada Selasa 2 April 2024,” ujar Ketua Majelis Hakim Agus Maksum Mulyo Hadi di ruang sidang, Selasa (26/3/2024).
Ia menyampaikan bahwa dalam perkara itu ke empat terdakwa tidak menjalani penahanan sehingga pada agenda berikutnya diwajibkan hadir dalam sidang lanjutan. Selain itu para terdakwa juga dipersilahkan untuk mengajukan eksepsi atau keberatannya.
Sementara itu Ketua Tim Kuasa Hukum Nasokha yang mewakili kliennya Leny Setyawati (74) mengatakan pihaknnya sengaja tidak mengajukan eksepsi dan lebih memilih langsung masuk ke agenda pembuktian.
“Hari ini tidak ada eksepsi karena eksepsi itu berkaitan dengan identitas atau kompetensi pengadilan, nanti perkara-perkara lain yang tidak benar dan sebagainya akan masuk ke pledoi. Kita langsung ke pembuktian,” tegasnya.
Ia pun mengungkap bahwa dalam perkara yang ditanganinya itu ada proses balik nama sertifikat tanpa melibatkan istri maupun ahli waris sehingga karena itu perdata mestinya ada tanda tangan suami istri.
“Nah saya malah curiganya kalau itu bisa dilakukan proses tanda tangan apakah dipalsukan atau tidak ini yang nanti pembuktiannya seperti apa,” jelas Nasokha.
Adapun dakwaan JPU yang menyebut barang siapa memasuki pekarangan orang tanpa izin di lahan milik orang lain itu tidak relevan, pasalnya korban selama menempati itu tidak tahu lahan pernah dipindahkan ke siapa.
Korban sendiri tidak pernah dimintai tanda tangan dan tidak tahu ada proses balik nama. Kemudian ada hal lainnya seperti proses balik nama menggunakan jasa notaris dari Cirebon bukan dari Pekalongan.
“Kalau tidak salah ada kewilayahan. Orang Pekalongan ya notarisnya Pekalongan, bukan ke Cirebon. Lalu sertifikat yang seharusnya dijadikan jaminan utang malah dilakukan jual beli, jadi gak ada istilah AJB (Akad Jual Beli) gantung,” bebernya.
Diberitakan sebelumnya seorang janda beserta tiga anaknya terancam masuk penjara setelah dipidanakan oleh istri dari rekan bisnis suaminya. Satu keluarga warga Jalan Kartini, Kota Pekalongan itu telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Jawa Tengah.
“Kami sekeluarga dijadikan tersangka oleh polisi 22 Februari 2024 padahal belum ada putusan tetap di peradilan perdata,” ujar Lany Setyawati (74) di rumahnya, Minggu (3/3/224).
Lany mengungkapkan peristiwa yang dialaminya sekeluarga bermula dari almarhum suaminya yang bernama Lukito Lutiarso berhuhungan bisnis dengan pemilik pabrik teh bernama Tan Pek Siong sejak 50 tahun lebih.
Dalam perjalanan waktu keluarganya mengalami kesulitan keuangan sehingga meminta bantuan kepada rekan bisnisnis suaminya tersebut untuk menebus tiga sertifikat yang ada di Bank sebesar Rp 400 juta.
Kemudian Tan Pek Siong melalui anaknya bernama Hidayat Pranata menebus tiga sertifikat tanah yang lokasinya beada di Jalan Bandung seluas 143 meter dan dua sertifikat lainnya di Jalan Kartini masing-maing dengan luas 1033 dan 420 meter persegi.
“Setelah ditebus, ketiga sertifikat tanah langsung di AJB (Akad Jual Beli) dan diubah atas nama Hidayat Pranata dihadapan notaris Ida Yulia,” ungkapnya.
Pada 2007, keluarga Lukito membayarkan utang sebesar Rp 200 juta kepada Hidayat Pranta dan mendapatkan kembali sertifikat yang ada di Jalan Bandung, lalu tanah tersebut kembali atas nama Lukito Lutiarso.
Lalu pada 2019, Hidayat Pranata meninggal dan sebagai itikad baik keluarga Lukito Lutiarso sempat berkonsultasi dengan seorang pengacara untuk menghitung ulang biaya menebus sisa sertifikat namun pada 2021 Lutiarso Lukito meninggal dunia.
“Pada saat keluarga masih berkabung itu Firly Anggraini, istri dari almarhum Pak Hidayat melakukan klaim bahwa kedua tanah di Jalan Kartini menjadi miliknya. Itu disampaikan langsung kepada cucu saya yang tidak tahu perkaranya,” ujar Lany. (*)