Pantura24.com, Batang – Satreskrim Polres Batang siap membuka kembali kasus penyerobotan tanah milik Kakek Sunyoto (71) bila ada data terbaru. Aduan korban sebelumnya masih belum cukup bukti sehingga dihentikan.
“Jadi Pada awal laporan belum ada lokasi patok batas yang jelas di tanah yang disengketakan. Batas patok yang jelas itu baru ada 12 September 2023,” ungkap Kasat Reskrim Polres Batang AKP Imam Muhtadi di ruangannya, Senin (27/11/2023).
Ia menjelaskan bahwa pada saat itu pihaknya belum memiliki bukti batas patok yang jelas sudah muncula aduan atau laporan penyerobotan. Pada saat itu baru tahap melakukan pemeriksaan saksi-saksi.
Kemudian pihaknya mengajukan permohonan ukur ulang kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk menentukan lokasi batas patok. Lalu setelah itu muncul berita acara pengembalian batas patok pada 12 September 2023.
“Jadi pada 12 September 2023 itu munculah batas yang jelas sesuai sertifikat dan itu benar milik Kakek Sunyoto,” jelasnya.
AKP Imam Muhtadi menegaskan pihaknya siap melakukan penindakan bila ada bukti pihak lain secara sengaja menggarap lahan milik Kakek Sunyoto tanpa izin atau juga merusak batas patok maupun sejenisnya.
“Sudah ada putusan yang jelas dari pengadilan dan ada bukti sertifikat yang sah, sehingga pihak lain harus mematuhi hukum,” katanya.
Sejauh ini pasal yang bisa dikenakan bila itu dilanggar adalah Pasal 385 KUHP tentang perbuatan melawan hukum dengan mengambil atau merampas hak orang lain dalam hal ini adalah tanah.
Diberitakan sebelumnya seorang kakek bernama Sunyoto (71) Warga Desa Cempereng, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang mengaku menjadi korban penyerobotan tanah. Ironisnya sebagai pemilik yang sah kesulitan menguasai tanahnya sendiri.
“Putusan kasasi sudah incracht dan jelas membuktikan itu tanah saya namun gangguan tetap saja muncul dari pihak yang kalah,” ungkap Sunyoto, Sabtu (25/11/2023).
Adapun objek tanah yang diserobot berlokasi di areal sawah blok sikere Kelurahan Kasepuhan seluas 4.293 meter persegi di mana 1.253 meter persegi telah ditanami padi.
“Itu tanah merupakan warisan dari bapak saya. Awalnya sawah itu digarap saudara bapak saya dengan sistem bagi hasil, namun saat kemudian yang bersangkutan meninggal dunia diklaim anaknya sebagai warisan. Bahkan sampai menggugat saya sebagai pemilik yang sah,” ungkap Sunyoto mengawali cerita. (*)