Pantura24.com, Kota Pekalongan – Seorang karyawan lembaga keuangan syariah ternama di Kota Pekalongan berinisial MRD mengaku menjadi korban konflik internal manajemen. Konflik manajemen yang terbelah menjadi dua kubu itu menjadikannya tidak mendapatkan hak sebagai karyawan.
“Pernah saya harus menjaminkan aset pribadi saya ke nasabah untuk menalangi keuangan perusahaan yang bermasalah bahkan gaji bulanan saya selama beberapa bulan tidak diberikan,” ungkap MRD kepada pantura24.com, Minggu (19/11/2023).
Ia mengungkap kronologi lembaga keuangan tempatnya bekerja mengalami masalah keuangan yang berimbas kepada karyawan itu dimulai pada Desember 2022. Saat itu terjadi banyak pengambilan uang oleh nasabah.
Menurut MRD banyaknya nasabah menarik dana simpanannya itu disebabkan oleh pemberitaan media yang berkaitan dengan permasalahan kreditur dengan lembaga keuangan. Selain itu juga dipicu oleh tidak terbukanya laporan keuangan yang ada di internal lembaga.
“Puncaknya pada saat bulan puasa kemarin kita mengalami kesulitan keuangan untuk pembagian tabungan Idul Fitri atau tabungan hari raya dan muncul kasus di bagian pembiayaan,” ungkap MRD.
Kasus itu telah menyebabkan opini miring di masyarakat sehingga terjadi pengambilan dana besar-besaran di lembaganya. Dirinya saat itu diperintahkan untuk mengatasinya terutama di kantor cabang.
“Di situlah awal permasalahan yang menimpa saya. Pihak kantor atau manajemen tidak membantu saya mengatasi masalah itu di kantor cabang, hingga akhirnya aset pribadi saya dijadikan jaminan atas nama manajemen oleh nasabah atau investor. Mereka marah sehingga menahan sertifikat tanah saya,” beber MRD.
Tidak hanya itu, aset pribadi lainnya seperti mobil yang tiap hari digunkanan untuk bekerja juga sempat diminta sebagai jaminan pengganti oleh nasabah. Perusahaan tempatnya bekerja tidak mau tahu dan tidak sedikitpun membelanya.
“Selama aset pribadi saya dijaminkan atau ditahan oleh nasabah, pihak menajemen hanya memerintahkan untuk mencari uang sendiri untuk bisa mencicil pengembalian dana ke nasbah atau investor,” katanya menjelaskan.
Ia bersama tim di kantor cabang berjuang sendirian tanpa dukungan kantor pusat untuk mencari uang atau dana segar dari investor baru. Uang itulah yang diputar untuk menambal kebutuhan di kantor cabang, sementara kantor pusat yang seharusnya membantu tidak keluar uang sedikitpun.
“Asal tahu saja, saya beserta teman-teman yang ada di cabang itu setiap hari dihina oleh nasabah, sepertinya kita tidak ada harga dirinya tiap hari di onek oneke (dimaki-maki) nasabah. Pada saat itu saya masih ingat betul tiap hari ponsel saya diteror, banyak chat masuk dari nasabah mulai dari yang sopan hingga kasar meminta dananua dikembalikan,” bebernya.
Dana nasabah yang hendak ditarik itu tertahan sampai berbulan-bulan. Nasabah menarik dana Rp 5 juta saja oleh pihak lembaga tidak mampu karena kas kerap kosong. Lembaga hanya mampu mencicil.
“Dan saya sendiri juga sudah beberapa kali meminta tolong sama manajemen tapi kenyataannya di dalam kantor sendiri itu ternyata memang tidak ada kasnya tidak ada uangnya,” ungkapnya.