Cerita Pilu Nasabah Bank Pemerintah di Batang Jadi Korban Kredit Ganda Hingga Diancam Sita Rumah

Cerita Pilu Nasabah Bank Pemerintah di Batang Jadi Korban Kredit Ganda Hingga Diancam Sita Rumah
Korban memperlihatkan transkip rekening koran penutupan pinjaman kupedes di rumahnya, Sabtu (26/4).

PANTURA24.COM, BATANG – Seorang nasabah bank milik pemerintah di Kabupaten Batang mengaku mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan. Selain diancam rumah disita, juga menjadi korban kredit ganda dari bank tersebut.

“Sebelumya saya bersama ibu pada 2019 mengajukan kredit usaha Kupedes sebesar Rp 105 juta dengan jangka lima tahun. Saat itu angsurannya sebesar Rp 2,6 juta,” ujar korban RSW di rumahnya, Sabtu 26 April 2025.

Belakangan setelah kredit berjalan, usaha ayam porong ambruk terdampak pandemi Covid-19 menyebabkan kesulitan membayar cicilan. Memanfaatkan program pemerintah, upaya mengajukan keringanan utang usaha dilakukan.

Pihak bank mengabulkan dan akhirnya penundaan utang selama enam bulan dilakukan, bahkan diperpanjang enam bulan berikutnya. Berjalannya waktu usaha tetap belum bisa pulih sepenuhnya.

“Dalam keadaan sulit, saya merasa angsuran sebesar Rp 2,6 juta terasa berat sehingga memilih berkonsultasi dengan bank dengan solusi utang Kupedes dialihkan ke KUR. Disepakati angsuran menjadi Rp 2 juta,” kata RSW.

Setelah dihitung oleh bagian kredit, utang lama yang harus ditutup sebesar Rp 90 jutaan dengan rincian ada sisa pokok utang, denda, biaya notaris dan lainnya. Lalu KUR sebesar Rp 100 juta digunakan untuk menutup dan kelebihan Rp 7 juta langsung masuk rekening.

“Jadi utang lama atas nama ibu saya lunas karena telah ditutup KUR dan utang baru atas nama bibi saya karena ibu sudah sepuh (tua) dan dalam kondisi kurang sehat,” jelasnya.

Rupanya persoalan masih terus muncul ketika tiba saat membayar cicilan ditagih dua angsuran sekaligus, satu utang Kupedes dan satunya lagi KUR. Tentu saja hal tersebut membuat kaget dan syok lantaran utang yang sudah ditutup tetap ditagih.

“Kupedes tetap ditagih angsuran Rp 2,6 juta sedangkan kewajiban saya hanya membayar angsuran KUR sebesar Rp 2 juta sesuai dengan perjanjian. Saya komplain ke mantrinya tapi yang bersangkutan berkelit dan menolak memberikan penjelasan,” ungkap RSW.

Menurut RSW, yang lebih membuat jengkel itu saat pimpinan unit datang ke rumah menyampaikan pernyataan bahwa persoalan tersebut bukan menjadi tanggung jawabnya dan meminta untuk tidak berdebat.

Pihak bank juga datang dengan ancaman akan menyita rumah dan menuduh nasabah melalukan korupsi sambil membcakan Undang Undang Korupsi. Pimpinan unit dari bank tidak memberikan solusi malah berbicara kasar.

“Kami merasa dirugikan dan dilecehkan, niat baik untuk menyelesaikan persoalan malah mendapatkan reaksi yang menyakitkan. Anehnya pihak bank meminta saya untuk tidak melibatkan LSM maupun media,” tukasnya.

Dan yang membuat janggal itu pihaknya tidak pernah menerima buku tabungan dan hanya diberikan nomor rekening lewat What’s App untuk mentransfer pembayaran angsuran KUR dan tidak ada solusi lain yang bisa diberikan oleh bank.

“Kami mempertimbangkan untuk menempuh jalur hukum karena secara moril dan materiil dirugikan. Kami ingin tetap membayar dan tidak lari dari tanggung jawab, alan tetapi malah diperlakukan seperti ini,” sesal RSW.

Untuk mengkonfirmasi kejadian tersebut, beberapa media berusaha mendatangi langsung ke bank yang dimaksud dan diminta oleh sekuriti untuk datang lagi Senin pada jam kerja.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *