PANTURA24.COM, JAKARTA – Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terbaru membuka jalan bagi penegakan sanksi pidana terhadap pelanggaran netralitas dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Putusan perkara nomor 136/PUU-XII/2024 tersebut dengan tegas menyebut adanya konsekuensi hukum yang berujung pidana penjara atau denda.
“Putusan MK ini tidak main-main, kalau ada pejabat daerah, ASN atau bahkan aparat TNI dan Polri yang melanggar maka bisa dikenakan hukuman pidana enam bulan serta denda sebesar Rp 6 juta,” ungkap pengamat politik Universitas Padjajaran (Unpad) Hendri Satrio, Sabtu 23 November 2024.
Pendiri lembaga survei KedaiKOPI itu menegaskan netralitas ASN dan aparat TNI/Polri dalam Pilkada bukan hanya kewajiban moral, tetapi juga memiliki konsekuensi hukum jelas dan penerapan sanksi sangat bergantung pada komitmen pimpinan instansi terkait.
“Kalau efektif atau tidak, itu tergantung atasan dari aparat yang bersangkutan. Apakah mereka mau menindak anak buahnya yang melanggar,” ujarnya.
Menurut Hendri putusan MK telah memberikan landasan hukum yang lebih jelas dalam penegakkan asas jujur dan adil (jurdil) terhadap pelaksanaan Pilkada. Sebab, aparat melaporkan aparat lainnya itu jarang terjadi.
Meski demikian paling tidak ada aturannya terlebih dahulu. Namun kalau itu tidak ada aturannya maka masyarakat akan lebih sulit untuk memprotes maupun menuntut pertanggungjawabannya.
Ia pun mempersoalkan pentingnya integritas seorang pimpinan diberbagai instansi pemerintah maupun militer dan memperingatkan agar pimpinan memberikan contoh dengan tidak mejadi pelaku pelanggaran netralitas.
“Nah, atau jangan-jangan malah justru pimpinannya yang melanggar. Lalu berani tidak anak buahnya melaporkan atasannya tersebut yang bertindak tidak netral,” katanya.
Sebelumnya MK mengabulkan gugatan yang memperjelas dan mempertegas sanksi bagi ASN, pejabat desa, pejabat daerah dan pejabat negara serta TNI dan Polri yang diketahui tidak netral. Adapun sanksinya diatur dalam Pasal 188 UU Nomor 1 Tahun 2015.
Keputusan MK tersebut juga direspon oleh Penjabat (Pj) Bupati Batang Lano Dwi Rejeki yang menegaskan bahwa pemerintah daerah memastikan ASN tidak boleh terlibat politik praktis. Komitmen itu ia sampaikan saat apel dan pembacaan ikrar netralitas ASN di Kabupaten Batang.
“Sudah ada beberapa ASN yang mendapatkan teguran pertama akibat indikasi pelanggaran netralitas. Teguran ini bertujuan membina sekaligus memberi peringatan dini agar pelanggaran tidak berlanjut,” ucapnya kepada wartawan.
Kalaupun memiliki hak pilih maka sebaiknya disimpan untuk dirinya sendiri dan tidak boleh mempengaruhi orang lain dalam menentukan pilihan. Ia mengingatkan keterlibatan ASN mendukung paslon secara langsung maupun tidak atau sekedar di sosial media dianggap pelanggaran serius yang bisa disanksi tegas.
“Jika ada ASN yang ikut kampanye atau menyuarakan dukungan kepada calon tertentu, mereka akan dikenai sanksi sesuai peraturan perundang-undangan,” jelasnya.