Akui Jual Tanah Bengkok, Kades Wuled Pekalongan Menolak Mundur Meski Didemo Warga

Akui Jual Tanah Bengkok, Kades Wuled Pekalongan Menolak Mundur Meski Didemo Warga
Ratusan warga Desa Wuled, Kecamatan Tirto, Kabupaten Pekalongan berdemonstrasi menuntut Kades Wasduki Djazuli mundur dari jabatannya, Rabu (18/9).

PANTURA24.COM, PEKALONGAN – Seorang kepala desa di Kabupaten Pekalongan yang dituding menjual tanah bengkok dan kerap bertindak arogan akhirnya didemo oleh warganya sendiri. Ratusan warga yang berdemo menyatakan mosi tidak percaya lagi kepada sang kades sehingga menuntut mundur.

Aksi demo yang berlangsung di depan Balai Desa Wuled, Kecamatan Tirto, Kabupaten Pekalongan tersebut mendapatkan pengawalan ketat dari aparat kepolisian dan TNI lantaran muncul aksi tandingan dari pihak keluarga besar sang kades, bahkan kedua kubu nyaris terjadi gesekan karena saling ejek.

Warga yang menuntut Kades Wuled Wasduki Djazuli mundur membentangkan sejumlah tulisan yang berisi kecaman itu meminta agar sang kades bersedia mundur secara baik-baik. Setelah berorasi dan menyampaikan aspirasi, perwakilan warga disaksikan pihak keamanan dan kecamatan bermediasi dengan pemerintah desa.

Dalam mediasi antara kedua belah pihak, Kades Wuled Wasduki Djazuli mengakui telah menjual tanah bengkok dan menggadaikan Surat Keputusan (SK) pengangkatan dirinya menjadi kades untuk menutupi kerugian turnamen sepak bola HW Cup pada 2015.

“Saya sampaikan ya, pada waktu kerugian HW Cup tahun 2015 kalau tidak salah, itu saya menjual bengkok untuk menutupi, saya menggadaikan SK pada waktu Rp 15 juta,” ungkapnya saat mediasi, Rabu 18 September 2024.

Proses berjalannya mediasi sempat memanas lantaran perwakilan warga atau pendemo dalam membeberkan data 17 persoalan yang digunakan untuk mencecar kepala desa mendapatkan jawaban yang membuat warga tersulut emosi.

Salah satu di antara kebijakan kepala desa yang mendapatkan sorotan keras dari warga terkait bantuan sosial yang diterima penerima manfaat tidak sesuai klaim dari pihak desa. Warga bernama Kasurun tercatat sebagai penerima bantuan sosial namun tidak pernah diberikan bukti kartu.

Anehnya ketika dikroscek ke dinas terkait nama penerima bantuan ada, akan tetapi dua tahun terdaftar sebagai penerima manfaat tidak pernah mendapatkan apa yang menjadi haknya dan warga pun terpancing emosi ketika hanya mendapatkan penjelasan tidak tahu.

“Coba nanti saya cek,” ucapnya singkat yang langsung mendapatkan reaksi gaduh dari warga pendemo.

Kepada media usai mediasi, Kades Wuled Wasduki Djazuli membatah tudingan warga telah menjual tanah bengkok meskipun pada saat pertemuan mengakui telah menjual tanah bengkok.

“Saya tidak menjual tanah bengkok maupun mengurangi bengkok. Adapun terkait tuntutan mundur saya tidak akan penuhi karena ada mekanismenya, contohnya saya tersandera kasus hukum dan masih banyak lainnya,” ujarnya.

Kemudian terkait tuduhan dirinya kepala desa yang dholim dan arogan ia pun mempersilahkan dan tidak akan ambil pusing. Dirinya berbuat itu untuk masyarakat Desa Wuled dan segala kebijakan yang ia perbuat ada aturannya semua.

Sementara itu koordinator aksi, Muhammad Zaenal menegaskan warga tetap akan menuntut mundur Kades Wuled. Ia mengugkapkan bahwa sejak Desa Wuled dipimpin oleh saudara Wasduki Djazuli kerap terjadi kegaduhan bahkan transparasi pembangunan desa pun tidak ada.

“Pengaspalan jalan, bantuan provinsi, embung desa no way tidak ada sama sekali. Kesepakatan kami kasus ini akan dibawa ke ranah hukum, ke pengadilan. Biar masuk penjara pak,” tukasnya.

Ia pun menegaskan aksi demo warga tidak akan berhenti, dalam waktu dekat pihaknya bakal memggelar aksi yang sama bahkan lebih besar lagi bila aspirasi warga tidak didengar. Warga Wuled juga sudah sepakat menolak dipimpin oleh kades yang dholim dan arogan.

Di sisi lain kuasa hukum warga dari LBH Adhyaksa, Imamul Abror mengatakan hasil pertemuan tidak memuaskan warga dan jawaban dari kades tidak ada yang masuk akal. Selain bakal ada aksi susulan dari warga, pihaknya juga bakal menempuh proses formal seperti bersurat ke inspektorat maupun ke bupati.

“Banyak dugaan penyelewengan dan penyalahgunaan wewenang yang tidak mibatkan warga. Ada juga kasus laporan pertanggungjawaban yang diminta warga ditolak, alasan tidak memberukan juga sangat tidak masuk akal,” tutupnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *