Nahas Petani di Pekalongan ini Terancam Kehilangan Sawah setelah Sertifikat Terbit Atas Nama Orang Lain dan Muncul Surat Lelang

Nahas Petani di Pekalongan ini Terancam Kehilangan Sawah setelah Sertifikat Terbit Atas Nama Orang Lain dan Muncul Surat Lelang
Korban mafia tanah, Wahari (58) didampingi kuasa hukum dari LBH Adhyaksa menunjukkan bukti kepemilikan sertifikat yang telah berubah nama orang lain, Rabu (24/7).

PANTURA24.COM, PEKALONGAN – Petani warga Desa Kampil, Kecamatan Wiradesa, Kabupaten Pekalongan bernama Wahari (58) mengaku syok setelah mengetahui sawahnya seluas 2483 meter persegi sudah dilelang oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Pekalongan. Bahkan dari hasil lelang sudah muncul pemenang.

“Saya tidak pernah merasa menjual maupun menjaminkan sertifikat tanah ke bank tiba-tiba menerima surat pemberitahuan lelang,” ujar Wahari kepada pantura24.com, Rabu 24 Juli 2024.

Bacaan Lainnya

Selain tanah berupa sawah yang sudah dilelang, sertifikat miliknya tersebut juga sudah berubah nama menjadi atas nama orang lain, yakni Syukron yang tidak dikenalnya.

Wahari mengungkap dirinya belakangan baru menyadari bahwa tanah sawah yang dimaksud pernah ia pinjamkan kepada kakak kandungnya bernama Saeri untuk ongkos anaknya yang mengikuti seleksi perangkat desa.

“Kakak saya pamitnya pinjam sertifikat tanah hanya untuk dua hari, saat itu tahun 2001 sertifikat baru jadi setelah sebelumnya ikut program sertifikat massal pada tahun 2000. Akan tetapi setelah jadi, oleh Pak Kades justru diserahkan kepada Saeri dan saya hanya diberikan foto kopian saja,” jelasnya.

Sejak saat itu sertifikat tidak pernah kembali dan berpindah-pindah tangan hingga kakaknya Saeri meninggal dunia. Pada 2016 dirinya pernah melaporkan kejadian sertifikat berpindah tangan ke polisi, baru pihak yang pernah memegang sertifikat tersebut dipanggil polisi.

Salah satu pemegang sertifikat yakni istri dari almarhum Rustono yang pernah memegang sertifikat miliknya mengakui memiliki sejumlah kwitansi tertanggal 14 Maret 2001 senilai Rp 7 juta, lalu 24 April 2002 senilai Rp 11 juta. Kemudian ada kwitansi penyerahan SHM 352 atas namanya pada 25 November 2010 dan satu kwitansi lagi tertanggal 30 Juli 2007 senilai Rp 27,3 juta.

“Setelah polisi gelar perkara pada Kamis 19 Januari 2017, istri Rustono bilang bahwa sertifikat saya dijaminkan lagi kepada seseorang bernama Syukron dan istri Rustono tidak pernah bertemu Syukron,” kata Wahari menguraikan.

Adapun sertifikat saat ini sudah beralih nama Syukron sedangkan notaris yang menerbitkan sertifikat tersebut bernama Ida Rosadi yang beralamatkan di Simbang Kulon, Buaran, Kabuaten Pekalongan.

“Meski tanah sudah beberapa kali berpindah tangan dan terakhir sudah dijaminkan ke bank senilai ratusan juta namun selama ini tidak ada satupun pihak-pihak yang berkepentingan datang ke rumah maupun ke sawah, yang datang justru surat pemberitahuan lelang,” bebernya.

Selama ini dirinya rutin membayarkan tagihan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serea sawah tetap ditanami padi sehingga dirinya berharap sertifikatnya bisa dikembalikan, sebab bila tidak dirinya akan menempuh jalur hukum.

Sementara itu Direktur LBH Adhyaksa, Didik Pramono yang menjadi kuasa hukum dari Wahari bakal melakukan klarifikasi kepada pihak-pihak yang terlibat mulai dari Notaris Ida Rosida yang telah menerbitkan sertifikat milik kliennya ke atas nama Syukron, kemudian ke KPNL terkait munculnya surat lelang hingga ke Polsek Wiradesa sebagai tindak lanjut.

“Setelah itu tentunya kami akan melakukan gelar perkara terhadap kasus ini sebelum melangkah ke tahap berikutnya yakni proses hukum,” sebutnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *