Jadi Korban Mafia Tanah, Wanita di Kota Pekalongan ini Beli Lahan Kavling ke Notaris Eh Malah Sertifikatnya Diblokir

Jadi Korban Mafia Tanah, Wanita di Kota Pekalongan ini Beli Lahan Kavling ke Notaris Eh Malah Sertifikatnya Diblokir
Direktur LBH Adhyaksa, Didik Pramono mendampingi kliennya yang sedang menunjukkan bukti pembelian tanah kavling bermasalah, Senin (22/7).

PANTURA24.COM, KOTA PEKALONGAN – Seorang wanita di Kota Pekalongan mengaku menjadi korban dugaan penipuan pembelian tanah kavling yang melibatkan seorang notaris. Tanah kavling yang sudah dibayar lunas itu ternyata berstatus terblokir alias tidak bisa diproses sertifikat.

“Keponakan saya ini sudah membayar lunas tanah kavling tersebut sebesar Rp 60 juta yang dibayar dua kali, pembayaran pertama berupa uang panjar sebesar Rp 10 juta dan selang sehari dilunasi Rp 50 juta,” ungkap Kadar (52) yang merupakan paman korban, Senin 22 Juli 2024.

Bacaan Lainnya

Kadar mengatakan pelunasan pembayaran tanah kavling dilakukan di hadapan notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang beralamatkan di Jalan Jendral Sudirman, Kota Pekalongan. Selain itu juga diberikan bukti dua kuitansi lunas yang dbubuhi tanda tangan serta stempel oleh yang bersangkutan.

Adapun pemberian panjar pembelian tanah kavling yang berlokasi di Kelurahan Kertoharjo, Kecamatan Pekalongan Selatan itu dilakukan pada 17 Januari 2024 sebesar Rp 10 juta, lalu selanjutnya pelunasan dibayarkan pada 18 Januari 2024.

“Setelah dibayar lunas, pihak notaris menjanjikan sertifikat tanah bisa diambil pada bulan Juni atau Juli 2024, namun ketika didatangi malah diberitahu bahwa tanah kavling tersebut sudah terblokir. Kami bolak balik empat kali ke sana jawabannya tetap sama,” jelasnya.

Atas dasar tidak ada niat baik dari pihak notaris atau PPAT maka pihaknya resmi mengadukan dan menguasakan persoalan hukum ini kepada LBH Adhyaksa. Belakangan juga diketahui ternyata korban bukan hanya keponakannya saja, namun masih ada beberapa lainnya.

Terpisah, notaris sekaligus PPAT Darosy Ernya Meigafatma saat dilakukan klarifikasi di kantornya sempat membantah uang Rp 10 juta tersebut dikatakan sebagai panjar atau uang muka. Ia menyebut bahwa uang itu sebagai biaya mengurus sertifikat.

“Uang Rp 10 juta masih ada pak kalau gitu saya kembalikan uangnya tapi hapus nama saya pak soalnya saya nggak nerima yang Rp 60 juta karena sudah diserahkan ke Pak Firdaus (pengelola tanah kavling),” katanya.

Sementara itu Direktur LBH Adhyaksa, Didik Pramono yang menjadi kuasa hukum korban, MR (25) menyatakan bakal melaporkan kasus dugaan penipuan pembelian tanah lavling ke polisi. Ia menegaskan bahwa hasil klarifikasi tidak ada titik temu.

“Yang bersangkutan ini masih bersikukuh hanya mau mengembalikan uang muka seperti yang tertulis di kuitansi, bahkan untuk menutupi kesalahan yang bersangkutan tiba-tiba mengeluarkan bukti kuitansi yang berbeda atau berubah isi karena di situ tertulis titip biaya sertifikat namun fatalnya tanggal dan tahun berbeda yakni 18 Desember 2024 yang artinya kuitansi tersebut palsu lantaran peristiwa hukumnya dimulai 17 – 18 Januari 2024. Jadi karena gugup yang bersangkutan diduga berusaha memalsukan kuitansi, sayangnya malah makin menunjukkan kecerobohan,” urainya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *