Liciknya Modus Koperasi di Kota Pekalongan Menjerat Nasabahnya, LBH Adhyaksa Pilih Tempuh Jalur Hukum

Liciknya Modus Koperasi di Kota Pekalongan Menjerat Nasabahnya, LBH Adhyaksa Pilih Tempuh Jalur Hukum
Haji Hassam Jamari didampingi Direktur LBH Adhyaksa, Didik Pramono memperlihatkan sejumlah dokumen yang menjadi salah satu bukti kasus jeratan bunga koperasi yang mencekik, Jum'at (5/7).

PANTURA24.COM, PEKALONGAN – Seorang pemilik tanah mengaku menjadi korban jeratan bunga utang yang mencekik dari koperasi syariah ternama di Kota Pekalongan. Pemilik tanah bernama Haji Hassam Jamari warga Desa Duwet, Kecamatan Bojong, Kabupaten Pekalongan.

Duduk perkara Haji Hassam Jamari terjerat utang dengan bunga mencekik itu bermula dari sertifikat tanah seluas 5000 meter miliknya dipinjam oleh seorang teman bernama WK lalu dijaminkan ke koperasi syariah sebesar Rp 1,5 miliar.

Belakangan diketahui uang hasil pinjaman itu digunakan untuk membangun perumahan di tanah milik Haji Hassam Jamari melalui perusahaan pengembang yang diduga milik pengurus koperasi syariah yang dimaksud.

“Jabatan teman saya di perusahaan itu sebagai komisaris dua, sedangkan komisaris satu dijabat oleh manajer koperasi syariah dan Direktur dijabat oleh ketua koperasi yang sama,” ungkapnya kepada pantura24.com, Jum’at (5/7/2024).

Setelah mendapatkan dana segar sebesar Rp 1,5 miliar, WK menyerahkan uang Rp 500 juta kepada Haji Hassam Jamari sebagai panjar atas dasar janji pembelian tanah yang nantinya akan dibangun perumahaan.

Sedangkan uang Rp 1 miliar dipakai perusahaan untuk sejumlah urusan termasuk perijinan dan proses awal pembangunan unit perumahan. Pihak peminjam dalam hal ini WK diketahui tidak memegang uang hasil pinjaman koperasi.

“Saya itu maunya sertifikat tanah kembali, terkait kerugian maupun urusan penyelesaian nanti bagaimana sudah saya serahkan ke Pak Didik,” ujar Haji Hassam Jamari menegaskan.

Sementara itu Direktur LBH Adhyaksa, Didik Pramono menambahkan penjelasan bahwa benar sisa uang sebesar Rp 1 miliar digunakan pihak pengurus koperasi sekaligus pemilik perusahaan untuk berbagai hal di antaranya perizinan.

“Kemudian persoalan menjadi rumit ketika angsuran dibebankan kepada WK padahal yang bersangkutan hanya sebagai atas nama peminjam, sedangkan angsuran seharusnya dibebankan kepada perusahaan yang menggunakan uang tersebut. Disitulah kerjasama bubar dan WK mengambil alih perusahan dan melakukan penataan seperti memasukkan anak pemilik tanah sebagai komisaris,” urainya.

Selanjutnya WK menjalin kerjasama dengan bank negara untuk melanjutkan pembangunan perumahan dengan gelontoran modal Rp 2,3 miliar. Dari modal itu, Rp 1,5 miliar digunakan untuk menebus sertifikat tanah milik Haji Hassam Jamari ke koperasi syariah yang dimaksud.

Namun upaya tersebut gagal, justru uang tebusan Rp 1,5 yang sudah disetorkan tidak ditindaklanjuti dengan pengembalian sertifikat. Yang muncul justru permintaan bunga sebesar Rp 2,6 miliar harus ikut dibayarkan, tentu saja WK kaget dan kelimpungan karena tebusan menjadi sia-sia.

“Kini setelah WK kelimpungan, Klien saya yakni Haji Hassam Jamari sebagai pemilik tanah bermaksud menebus ulang tapi masih terkendala bunga mencekik dari pihak koperasi. Klien saya tidak mau tahu soal bunga Rp 2,6 miliar yang jelas WK telah menyerahkan uang tebusan sebesar Rp 1,5 miliar, jadi sertifikat harus keluar,” tegasnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *