PANTURA24.COM, KOTA PEKALONGAN – Pengurus dan manajemen Koperasi Pengusaha Batik Setono (KPBS) yang menjadi pengelola Pasar Grosir Batik Setono Kota Pekalongan bungkam tidak mampu menjelaskan dasar menaikkan tarif sewa kios yang dikeluhkan oleh para pedagang. Ketidakmampuan memberikan penjelasan itu terungkap dalam pertemuan sekaligus klarifikasi antara perwakilan pedagang dengan pihak koperasi yang berlangsung di kantor setempat.
Dalam pertemuan itu pihak koperasi atau pengelola Pasar Grosir batik Setono mengakui telah memberikan surat edaran yang berisi pemberitahuan kenaikan tarif sewa kios secara sepihak tanpa melalui musyawarah atau melibatkan para pedagang maupun perwakilannya.
Sayangnya pihak pengurus dan manajemen KPBS menolak memberikan keterangan kepada media terkait hal tersbut dan justru muncul insiden perlakuan tidak mengenakkan yang diterima media dari pengurus serta konsultan yang mengaku sebagai perwakilan koperasi.
Keduanya secara arogan marah-marah meminta tidak ada pengambilan gambar maupun perekaman vidio selama pertemuan klarifikasi bahkan yang ironis petugas keamanan dari kepolisian juga dihardik dan diminta menghapus foto yang diambil.
Banyaknya hal ganjil yang dipertontonkan oleh pihak koperasi tersebut memunculkan kecurigaan dan prasangka negatif tentang kegiatan yang selama ini dilakukan oleh terduga pengurus maupun manajemen KPBS.
Sementara itu penasehat hukum dari para pedagang, Didik Pramono yang merupakan Direktur LBH Adhyaksa menjelaskan bahwa keberadaannya dalam pertemuan tersebut untuk mewakili pedagang yang mengaku khawatir diintimidasi lantaran perlakuan yang diterima selama ini menimbulkan ketakutan.
“Tadi dalam pertemuan sudah jelas mereka tidak bisa menjelaskan terkait sejumlah pertanyaan yang menjadi persoalan bahkan untuk bisa memberikan hasil notulen pun mereka bingung dan meminta waktu yang saya sendiri tahu apakah diwujudkan atau tidak,” katanya usai pertemuan, Rabu (12/6/2024).
Dirinya membenarkan telah menerima aduan dari para pedagang yang merasa asprasinya tidak pernah ditanggapi oleh pihak pengurus sehingga dari kondisi yang tidak sehat itu meminta bantuan untuk dilakukan pendampingan.
“Terakhir juga kami meminta ketegasan dari pengurus dan manajemen terkait larangan jual beli kios yang menjadi dasar kami mengawasi adanya dugaan praktik pengalihan kepemilikan kios secara ilegal yang melibatkan KPBS,” ujarnya.
Namun demikian Didik menolak memberikan rincian modus parktik dugaan penjualan kios secara ilegal yang dilakuan koperasi karena masih harus mengumpulkan bukti tambahan dan gelar perkara dengan timnya.
“Sabar mas nanti berlahan kami ungkapkan, tunggu saja sedang kami siapkan semuanya,” tutupnya.
Sebelumnya diberitkan sejumlah pedagang di Pasar Grosir Batik Setono, Kota Pekalongan mengaku resah dengan kenaikan biaya sewa kios yang dianggap memberatkan dan tidak wajar. Para pedagang batik tersebut mengeluh penetapan besaran uang sewa dilakukan secara sepihak.
“Kami di sini sebenarnya sangat keberatan dengan kebijakan pengurus koperasi menaikkan uang sewa tanpa musyawarah dan sosialisasi terlebih dahulu,” ungkap M salah satu pedagang, Kamis (6/6/2024).
Ia mengatakan para pedagang tiba-tiba saja disodori kertas berisi rincian biaya yang harus dibayar dan ditandatangani oleh pedagang tanpa bisa komplain maupun meminta keringanan lantaran pengurus koperasi selalu menolak negoisasi tanpa memberikan alasan.
Di mata pedagang, pengurus dianggap ketus dan arogan tanpa mau mendengar keluh kesah para pedagang yang kondisinya sedang sepi serta mengalami penurunan omset dari tahun ke tahun. Sementara tiap tahun uang sewa kios mengalami kenaikan yang tidak wajar.
“Mereka (pengurus) itu sak klek, kalau ngomong nusuk di hati seperti ‘kalau masih pingin dagang ya nurut kalau tidak ya sudah atau mau ndak segitu, kalau nggak mau ndak usah di sini’ intinya mereka itu sangat arogan,” bebernya.
M menjelaskan kenaikan uang sewa yang tidak wajar itu seperti dari Rp 5 juta menjadi Rp 7 juta dan hal tersebut berlangsung tiap tahun. Ia mencontohkan pada 2021 uang sewa Rp 3,75 juta lalu pada 2022 naik jadi 4 jutaan dan Rp 5 juta pada 2023. Sedangkan di 2024 melonjak menjadi Rp 7 juta.
“Pada saat pandemi Covid-19 menjadi masa yang paling sulit bagi para pedagang, namun ketika mengajukan keringanan kepada pengurus tidak digubris bahkan diminta angkat kaki kalau dengan alasan masih banyak yang membutuhkan tempat,” cetusnya.
Ia juga mengungkap perlakuan pengurus yang tidak manusiawi seperti telat membayar uang sewa maka kios akan langsung digembok. Pihak pengurus hanya memberikan toleransi satu bulan, setelah itu kalau belum dibayar akan langsung disegel kiosnya.
“Intinya itu kita sangat terbebani dengan keberadaan uang sewa. Sudah beli kiosnya mahal hingga tembus 150-200 juta, masih harus membayar uang sewa yang tiap tahunnya naik terus. Kalau biaya bulanan maupun ada acara atau even masih wajarlah,” katanya.