LBH Adhyaksa mendampingi ahli waris dari Kadar dan Kamaliyah beraudensi dengan DPU PR Kota Pekalongan terkait klaim tanah yang dijadikan jalan raya oleh pemerintah tanpa diberikan ganti rugi, Senin (4/3).
PANTURA24.COM, Kota Pekalongan – Tuntutan ahli waris dari almarhum Kadar dan Kamaliyah yang tanahnya dijadikan jalan raya oleh pemerintah Kota Pekalongan tanpa diberikan ganti rugi terus berlanjut. Warga Jalan Teratai, Kelurahan Poncol, Kecamatan Pekalongan Timur itu didampingi LBH Adhyaksa tetap bersikukuh meminta ganti rugi.
“Kita hari ini beraudensi dengan DPU PR (Dinas Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat) untuk mencari solusi,” ujar Direktur LBH Adhyaksa Didik Pramono melalui sambungan telepon, Senin (4/2/2024).
Ia mengatakan bahwa tuntutan kliennya itu sudah final dan berharap pemerintah Kota Pekalongan bersedia merealisasikan karena memang tanah yang dipakai itu benar milik ahli waris dan belum pernah berubah nama.
Pihaknya justru kaget Pemerintah Kota Pekalongan mengklaim juga memiliki sertifikat tanah yang sama sehingga muncul dobel sertifikat. Untuk memastikan hal tersebut dilakukan pengecekan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN).
“Dan sudah kami kroscek ke BPN Kota Pekalongan benar sertifikat itu masih atas nama Kadar dan Kamaliyah yang artinya belum pernah ada pencabutan maupun ubah nama sehingga sertifikat yang dimiliki pemkot itu batal demi hukum,” sebutnya.
Sementara itu Sekretaris DPU PR Khaerudin mengaku tidak memiliki kapasitas untuk memutuskan persoalan tersebut. Pihaknya setelah audensi akan melaporkan hasilnya ke pimpinan dan menunggu arahan.
“Insya Allah ada solusi. Kalau dari saya membacanya seperti ini, sepanjang nanti pemerintah kota misalnya ya secara hukum memang harus ganti rugi menurut saya ya tidak tertutup kemungkinan ya,” jelasnya.
Namun demikian solusi tidak semerta-merta diputuskan cepat karena masih harus koordinasi internal terlebih dahulu, sebab nantinya akan melibatkan kelurahan, kecamatan maupun bagian aset di Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) bersama bagian hukum dan BPN.
Khaerudin menyebut peruntukan tanah jadi jalan yang diklaim ahli waris sudah ada sejak zaman Majapahit. Hanya saja pada zaman majapahit itu lebarnya satu meter dan sekarang lebarnya enam meter.
“Pembangunan jalan di jalan truntum ya iya dulu zaman majapahit. Ya sekarang kan jalannya susah juga, dari masyarakat minta diperbaiki,” tukasnya.
Sebelumnya diberitakan sebuah jalan di Kota Pekalongan sedang dipersoalkan oleh warga. Jalan beraspal yang berlokasi di Kelurahan Krapyak tersebut diklaim berdiri di atas tanah pribadi.
“Ya, tanah itu milik mertua saya seluas 815 meter persegi yang sekarang menjadi bagian dari Jalan Truntum,” ungkap Sri Astutik (52), Rabu (7/2/2024).
Warga Jalan Teratai Kelurahan Poncol, Kecamatan Pekalongan Timur itu mengatakan tanah yang sebelumnya berupa kebun kosong itu berstatus hak milik atas nama almarhum Kadar dan Kamaliyah.
Keduanya merupakan orang tua dari suaminya yang menjadi ahli waris bersama empat saudaranya yang lainnya. Suaminya anak bungsu dari lima bersaudara.
“Almarhum pernah cerita tanah itu dibangun jalan oleh pemerintah Kota Pekalongan namun sampai sekarang belum dibayar,” katanya menjelaskan.
Ia mengatakan pernah bermaksud mengurus warisan keluarga suaminya, namun oleh pemerintah Kota Pekalongan justru ditawari surat wakaf tanpa opsi ganti rugi. Padahal almarhum ada wakaf tanah juga di lokasi sama yang sekarang berdiri masjid.
“Sesuai kesepakatan semua keluarga ahli waris, tanah itu harus diurus dan diselesaikan. Makanya saya dan suami memasrahkan urusan ini ke LBH Adhyaksa,” ujar Astutik kepada pantura24.com. (*)