Pantura24.com, Batang – Kejaksaan Negeri (Kejari) Batang menyatakan keberatan kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) setempat yang menjatuhkan vonis lebih ringan dari tuntutan kepada terdakwa kasus korupsi proyek pembangunan Pelabuhan Batang. Kedua terdakwa Hariani Oktavianingsih dan Muhammad Syihabudin hanya diminta membayar uang pengganti Rp 3,3 miliar dari tuntutan Rp 9,2 miliar.
“Keberantan, uang pengganti itu Rp 9,2 miliar. Kok cuman bayar Rp 3,3 miliar padahal di situ ada kerugian keuangan negara,” ucap Kasi Intel Kejari Batang Dipo Iqbal, Kamis (11/1/2023).
Ia mengatakan bahwa penetapan adanya kerugian keuangan negara sudah dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) yang telah ditunjuk itu tidak diakomodir oleh majelis hakim.
Dipo menyebut angka kerugian negara yang dipergunakan oleh majelis hakim berpatokan kepada penghitungan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Jadi nominal yang dihitung hanya Rp 6 miliar, namun sudah dikembalikan Rp 3 miliar sehingga sisanya Rp 3,3 miliar diputuskan sebagai uang pengganti,” ungkapnya.
Sebelumnya Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Semarang Senin 8 Januari 2024 yang mengadili perkara korupsi di proyek pembangunan Pelabuhan Batang telah menjatuhkan vonis kepada dua terdakwa kontraktor pelaksana proyek dan pejabat pelabuhan.
Kedua terdakwa terbukti melakukan korupsi sebagaimana Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang No 20 tentang Tindak Pidana Korupsi. Dari nilai kontrak Rp 25,5 miliar, sebanyak Rp 12,4 miliar dikorupsi.
Kontraktor pelaksana proyek Muhammad Syihabudin yang merupakan Dirut PT Pharma Kasih Santosa divonis 5 tahun penjara dengan denda sebesar Rp 500 juta subsider dua tahun dan enam bulan kurungan.
Sedangkan pejabat Belabuhan Batang yang juga merangkap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Hariani Oktavianingsih divonis 4 tahun penjara dan denda sebesar Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan.
Sementara Muhammad Syihabudin yang telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 12,4 miliar dituntut jaksa 9,5 tahun penjara dengan uang pengganti sebesar 9,2 miliar, namun hanya divonis 5 tahun penjara dengan uang pengganti yang dibayarkan hanya Rp 3,3 miliar.
“Atas putusan tersebut kita merencanakan banding dengan berpegang teguh pada penghitungan KAP sebagai alat bukti persidangan dan memori bandingnya diajukan minggu depan,” katanya menegaskan.
Tidak hanya itu, pihaknya selain berdasar pada hasil hitung KAP juga ada alat bukti keterangan ahli namun ternyata tidak menjadi bahan pertimbangan oleh majelis hakim
“Itulah yang menjadi dasar keberatan kita yang tidak dipertimbangkan oleh majelis hakim,” pungkasnya. (*)