Pantura24.com, Kota Pekalongan – Dugaan penipuan dengan memanfaatkan bantuan nelayan kecil terjadi di Kota Pekalongan. Sejumlah pihak mulai dari organisasi nelayan, koperasi nelayan dan oknum pejabat dinas diduga terlibat dalam kasus tersebut.
“Kejadiannya sudah lama, saat itu bantuan nelayan diberikan oleh Wali Kota Pak Basyir, lalu nelayan diminta ke dinas untuk mengambil uangnya,” ungkap Suntono (68) nelayan warga Pantaisari saat klarifikasi di Kantor Bagian Perekonomian Setda Kota Pekalongan, Jum’at (29/12/2023).
Suntono menceritakan bantuan untuk modal melaut itu diberikan kepada nelayan kecil yang ada di Pantaisari, Panjang Wetan dan Krapyak pada 2006 dengan jumlah sebesar Rp 20 juta.
Namun yang mengagetkan bantuan hanya bisa dicairkan bila nelayan menyerahkan jaminan BPKB atau sertifikat. Belasan nelayan yang membutuhkan bantuan itu akhirnya memenuhi permintaan tersebut.
“Awalnya saya dimintai BPKB, namun karena tidak punya motor diganti sertifikat rumah. Semula saya menolak karena bantuan hanya Rp 10 juta saja, lalu mereka menambahi jadi Rp 20 juta,” terang Suntono.
Selain dimintai jaminan sertifikat rumah, dirinya juga dipotong 10 persen tiap kali lelang hasil tangkapan. Potongan lelang itu berlangsung selama dua tahun, namun saat dicek ternyata baru sekali dicatat.
“Saya baru sadar kalau selama ini bantuan itu ternyata berubah menjadi utang, padahal sejak awal akadnya bantuan bukan utang. Kalau utang jelas saya tidak akan mau karena bisa langsung ke bank secara mandiri, kami ini nelayan bodoh tidak bisa baca tulis,” jelasnya.
Suntono mengaku bersama belasan nelayan lainnya berkali-kali meminta bantuan kepada sejumlah pihak namun buntu, hingga akhirnya bertemu dengan LBH Adhyaksa yang beredia membantu.
“Kami ini bingung awalnya bantuan buat perbekalan melaut kenapa bisa berubah ditagih utang sama bank, lantas jaminan sertifikat dan potongan lelang selama ini kemana,” keluhnya.
Kepala Bagian Perekonomian Setda Kota Pekalongan, Betty Dahfiani Dahlan saat menemui perwakilan nelayan mengatakan bahwa bantuan yang dimaksud adalah program kredit ketahanan pangan yang anggarannya dari APBD.
Menurutnya bantuan kredit ketahanan pangan itu tidak hanya diberikan kepada nelayan, namun juga ke petani dan peternak. Namun hanya nelayan yang bermasalah, lainnya tidak.
“Jadi khusus nelayan saja yang bermasalah karena hampir semuanya macet. Dari cerita yang disampaikan pak Suntono jelas itu penipuan, diduga oknum di bawah yang bermain,” katanya menyimpulkan.
Ia pun meminta nelayan untuk bersabar karena persoalan yang menjadi temuan itu akan dilaporkan ke atasan dan langkah apa yang akan diambil menunggu petunjuk dari pimpinan.
Sementara itu Ketua LBH Adhyaksa Didik Pramono berjanji akan mengawal kasus tersebut hingga korban dan ahli waris dari nelayan penerima bantuan dikembalikan sertifikatnya yang menjadi jaminan.
“Kasihan mereka ada yang sudah dimintai dua sertifikat namun nilai bantuan yang diterima hanya Rp 20 juta sehingga tidak sebanding dengan nilai jaminannya, bahkan banyak korban cuman dimintai BPKB saja dan sebagian lain tanpa agunan. Ini hal yang aneh,” ucapnya.
Didik menduga ada unsur kelalaian dan pembiaran dari Pemerintah Kota Pekalongan dengan tidak memberikan sosialisasi yang sebenarnnya. Harusnya tegas, bantuan atau kredit sehingga nelayan tidak bias dan hal tersebut sudah berlangsung sejak 2006 hingga sekarang tidak selesai.
“Banyak dari korban ini sudah meninggal dunia dan pejabat yang diduga terlibat juga sudah pensiun. Korban dari nelayan yang menjaminkan BPKB jelas enggan mengurus, namun yang sertifikatnya tertahan ini yang kasihan,” sebut Didik. (*)