SMP Negeri di Pekalongan Jualan LKS, Begini Modus dan Dalih Pihak Sekolah

Pantura24.com, Pekalongan – Praktik berjualan buku Lembar Kerja Siswa (LKS) masih muncul di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri di Kabupaten Pekalongan. Modus jualan buku LKS dilakukan melalui koperasi dan diduga atas perintah kepala sekolah.

“Saya manut sama Pak Kamto (Kepsek) saja, kemarin sudah dirembug sama Pak Kamto kok. Saya manut dengan atasan mengikuti perintah itu, saya juga di tunjuk,” ungkap Kepala koperasi SMP 1 Tirto Pekalongan Elly Mufidah, Selasa (28/11/2023).

Bacaan Lainnya

Menurut pengakuan guru IPS itu dirinya diminta kepala sekolah untuk mengelola koperasi dan berjualan buku LKS. Ia mengaku sudah menolaknya namun tak berdaya karena yang memberikan perintah kepala sekolah.

Kemudian siswa yang akan membeli buku LKS diarahkan ke koperasi sekolah.

“Buku itu didrop dari luar ke koperasi, saya hanya menerima saja,” katanya menjelaskan.

Meski dijual di koperasi sekolah, lanjut dia, namun pihak guru tidak memaksa siswa untuk membeli buku LKS. Bahkan disarankan bila siswa tidak memiliki uang untuk menyalin di buku tulis atau mengkopi dan mencetaknya.

Menurut Elly buku LKS tidak wajib karena masih ada buku cetak yang disediakan oleh sekolah untuk mengerjakan tugas. Jadi untuk buku LKS itu bagi yang mau saja.

“Mau beli monggo, yang tidak ya tidak apa-apa. Ada anak tidak punya uang, ya sudah tak minta fotocopy soalnya saja. Kerjakan di buku paket, ada pegangan buku paket sih.” tukasnya.

Elly menyebut di sekolahnya ada 12 mata pelajaran, khsusus kelas tujuh dan delapan hanya ada 11 mata pelajaran sehingga kalau dikaitkan dengan buku LKS ada perbedaan harga.

“Untuk harga rata-rata Rp 13 ribu, namun ada yang seharga Rp 12 ribu,” katanya.

Ia menjelaskan karena tidak ada paksaan untuk membeli buku LKS maka banyak juga buku yang diretur atau dikembalikan. Hal itu sempat membuat marah pihak pemasok lantaran jumlah buku yang dikembalikan jumlahnya lumayan banyak.

“Kemarin saja itu mapel apa, orangnya nesu-nesu buku yang dikembalikan jumlahnya banyak. Mapel IPA kelas 8 yang kepakai hanya 80 buku, kalau IPS jumlah returnya paling banyak,” ujar Eli.

Adapun terkait adanya surat edaran dari Dinas Pendidikan Kabupaten Pekalongan yang tidak memperbolehkan sekolah berjualan buku LKS terkesan diabaikan dengan dalih sudah ada Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS).

“MKKS kan memperbolehkan, lha gimana. Guru hanya memakai saja,” dalihnya.

Sementara itu sejumlah orang tua murid di SMP Negeri 1 Tirto Pekalongan mengaku resah dengan keberadaan koperasi sekolah yang menjual buku Lembar Kerja Siswa (LKS). Meski tidak ada kewajiban membeli buku tersebut, namun mempengaruhi siswa lainnya yang tidak mampu untuk ikut-ikutan membeli.

“Memang untuk sifatnya tidak wajib, tidak beli tidak apa-apa. Tapi kalau tidak beli, ya anak saya pasti malu soalnya murid yang lain pada beli,” ujar orang tua murid yang menolak diungkap identitasnya.

Ia menyebut bahwa sebelumnya sudah ada beberapa siswa membeli buku LKS lalu anaknya merengek meminta dibelikan buku yang sama dengan temannya. Anaknya malu belum punya buku LKS seperti temannya.

Diungkapkannya bahwa buku LKS itu tidak ada dalam musyawarah dengan orang tua murid saat pendaftaran atau anak masih kelas 1. Belakangan ada arahan dari sekolah untuk membeli buku tersebut ke koperasi.

“Anak saya minta dibelikan buku LKS setelah melihat temannya beli. Katanya jumlah buku yang harus dibeli 12 LKS dengan harga masing-masing Rp 13 ribu,” ungkapnya.

Orang tua murid mengaku keberatan, tidak ada kewajiban akan tetapi diminta untuk membeli dan punya bukunya. Ia merasa keberatan lantaran pekerjaan hanya buruh dengan penghasilan pas-pasan. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *