Pantura24.com, Batang – Gara-gara tak bayar pajak, seorang direktur perusahaan kontraktor ditersangkakan oleh Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Tengah I. Direktur tersebut diketahui mengemplang pajak hampir satu miliar.
“Tersangka utama adalah JP, seorang Direktur Utama PT WWWP yang bergerak di bidang usaha proyek pengurukan lahan KIK (Kawasan Industri Kendal),” ungkap Kepala Kanwil DJP Jateng I, Max Darmawan saat konferensi pers di Aula Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Batang, Kamis (23/11/2023).
Ia mengatakan berdasarkan hasil penyidikan, JP tidak menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang telah dipotong atau dipungut dari lawan transaksinya ke kas negara dalam kurun waktu masa pajak Januari 2017 sampai dengan Desember 2017.
Akibat ulah JP, negara diduga mengalami kerugian sebesar Rp 959.642.310. Hasil penyidikan yang dilakukan tim penyidik Kanwil DJP Jateng I bersama Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jateng telah P-21.
“Berkas kasus berikut tersangka sudah diserahkan ke Kejari Batang karena Kabupaten Kendal masuk wilayah kerja KPP Pratama Kabupaten Batang,” jelasnya.
Darmawan menyebut tindakan pemidanaan merupakan langkah terakhir dalam upaya penegakkan kasus perpajakkan. Pihaknya mengutamakan asas ultimum remedium.
Sebelum penyidikan, sudah diupayakan pembinaan dan hasil pemeriksaan sudah ada bukti permulaan. Tersangka punya hak untuk mengajukan permohonan penghentian penyidikan sesuai pasal 44B UU KUP dengan melunasi kerugian pada pendapatan negara.
Kemudian dalam Pasal 39 UU KUP disebutkan pelunasan kerugian ditambah dengan sanksi administratif berupa denda sebesar 3 kali jumlah kerugian pada pendapatan negara.
Namun, kesempatan itu diabaikan JP hingga kasus tindak pidana perpajakkan terus berlanjut.
“Proses penegakan hukum pajak sebenarnya lebih mengutamakan pemulihan kerugian pada pendapatan negara dibandingkan dengan pemidanaan seseorang,” ungkapnya.
Sementara itu Kajari Batang, Efi P Numberi mengatakan tersangka JP melanggar Pasal 39 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
JP juga melanggar Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja yang isinya sengaja tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut.
“Tersangka JP terancam pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun serta denda paling sedikit 2 kali dan paling banyak 4 kali jumlah pajak yang kurang dibayar,” sebutnya. (*)