Pantura24.com, Pekalongan – Seorang wanita bernama MS (58) warga Desa Paweden, Kecamatan Buaran, Kabupaten Pekalongan mengaku terjerat renternir dan menjadi korban dugaan mafia tanah. Nenek enam cucu tersebut pun terancam kehilangan rumah seharga ratusan juta.
“Awalnya saya berhutang Rp 6 juta dengan agunan sertifikat rumah namun hitungan bulan berubah jadi Rp 22 juta,” ungkapnya, Kamis (24/8/2023).
Belakangan karena kesulitan melunasi hutang, pihak pemberi hutang memaksa buruh batik tersebut untuk menandatangani Akta Jual Beli (AJB). Karena tidak sebanding nilainya upaya AJB itupun ditolak.
“Saya sebenarnya sudah berusaha melunasi dengan bukti cicilan yang setorkan sebanyak Rp 3 juta,” ujarnya.
MS menyebut sertifikat yang diagunkan atas nama anak perempuannya sehingga terjadi penolakan keras dengan alasan harga rumah di pasaran ditaksir sekitar Rp 350 juta bahkan lebih.
Kemudian tanpa sepengetahuan dirinya tiba-tiba terjadi upaya pengalihan hak tanah dan rumah milik anaknya tersebut ke orang lain dan tandatangan AJB dipalsukan oleh joki.
“Saya baru sadar setelah pihak renternir memberitahu bahwa butuh tandatangan suami dari anak saya untuk melengkapi syarat AJB. Diduga tanda tangan suami juga akan dipalsukan melalui joki,” tutur MS.
Atas kejadian tersebut MS bermaksud melapor ke polisi dan meminta bantuan hukum agar hak pengalihan hak tanah dan rumah melalui AJB bisa dibatalkan.