PMA Modal OSS Doang Sukses Bikin OPD Batang Kicep, Uruk Lahan Tanpa Izin Jalan Terus

PMA Modal OSS Doang Sukses Bikin OPD Batang Kicep, Uruk Lahan Tanpa Izin Jalan Terus
Rapat OPD terkait membahas aduan masyaraiat terkait aduan lahan PMA di Depok Batang

Pantura24.com, Batang – Penanaman Modal Asing (PMA) di Desa Depok, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang, disoal. Pasalnya rencana pendirian pabrik garmen di kawasan itu masih bermasalah dengan perizinan.

“Mestinya untuk industri dengan Kode KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia) 1411 dengan jenis industri pakaian jadi atau konveksi dari tekstil ini harusnya melalui PKKPR (Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan ruang) bukan melalui Self Declare,” ujar Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Handy Hakim saat memberikan paparan dalam pertemuan di Hotel Dewi Ratih Batang, Rabu (23/8/2023).

Bacaan Lainnya

Kemudian untuk dokumen yang dimiliki oleh pelaksana kegiatan apakah sudah sesui dengan Peraturan Menteri (Permen)

Lingkungan Hidup Dan Kehutanan (LHK) Nomor 4 Tahun 2021 Tentang Daftar Usaha Atau Kegiatan Yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.

Untuk KBLI dengan Kode 1411 pada industri pakaian jadi dari telstil ini harus menggunakan dokumen lingkungan hidup berupa izin Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) serta Analis Dampak Lingkungan (Amdal) sehingga tidak bisa memakai Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL) yang langsung diunduh melalui sistem Online Single Submission (OSS).

“Menurut kami kegiatan di sana yang sudah berjalan mestinya harus ada teguran karena belum ada izin dan ini sudah ada kegiatan,” kata Hakim menjelaskan.

Ia pun menegaskan bahwa SPPL maupun kesesuaian tata ruang dari sistem di OSS belum tepat, jadi harus diulang lagi proses perizinannya dengan cara kegiatan yang ada di lokasi dihentikan sementara sebelum izin keluar.

Selain itu untuk industri besar pihaknya juga ingin mendengar dari Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) apakah ada surat dari Kementerian Perindustrian untuk penempatan usaha skala besar ke kawasan industri.

“Lingkup kewenangan kami hanya yang terkait lingkungan hidup. Justifikasi tata ruang harus sesuai PKKPR,” tegasnya.

Hakim menjelaskan bahwa dokumen yang tidak SPPL tapi UKL dan UPL atau Amdal tipe C caranya harus mengikuti besaran multi sektor sehingga pihaknya perlu tahu lebih dulu adanya dokumen kajiannya ada atau tidak. Berapa luas lahannya dan berapa luas lahnnya.

“Kita kaji dulu sehingga saat menggunakan dokumen yang jelas tidak ada SPPL untuk Kode KBLI ini. Adanya UKL UPL atau Amdal,” ulangnya.

Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Satu Pintu (DPMPTSP) Sumargo Santoso mengatakan terjadi perbedaan data yang tersaji di laman OSS.

“Informasi di OSS berbeda dengan BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) terkait data luas kawasan,” ungkap Sumargo.

Disebut luas lahan PMA di OSS 16 hektar namun data BKPM menyebut 14 hektar. Demikian juga dengan koordinat lokasi yang berbeda pula antara OSS dengan BPN.

Menurut Sumargo, kewenangan perizinan PMA sebagian besar berada di pusat, seiring dengan ketentuan undang-undang nomor 3 Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah nomor 142 tahun 2015.

“Dalam UU tersebut, ada pasal yang mengatur bahwa kawasan industri di daerah wajib berkoordinasi dengan perizinan pusat. Namun demikian terdapat pengecualian di luar kawasan industri jika terdapat rekomendasi atau surat keterangan dari kawasan industri yang bersangkutan,” tutupnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *