Pantura24.com, Kota Pekalongan – Munculnya tagihan tidak wajar dari Perusahaan Air Minum (PAM) Kota Pekalongan yang banyak diterima warga membuat LBH Adhyaksa melayangkan surat permintaan audensi kepada Perusda Tirtayasa dan sejumlah lembaga lainnya.
“Kita sudah ajukan surat audensi ke perusda tirtayasa dengan tembusan walikota, DPRD, Kejaksaan negeri kota pekalongan, Polres Pekalongan Kota, Gedung Merah Putih KPK dan Kejagung RI ” ungkap ketua LBH Adhyaksa, Didik Pramono melalui sambungan telepon, Jum’at (5/5/1023).
Setelah audensi pihaknya akan langsung melakukan gelar perkara bersama tim pengacara dan LBH untuk mengumpulkan bukti termasuk apapun hasil audensi.
Pada kasus ini kalau ada dugaan korupsi atau menyalahgunakan kewenangan dan ditemukan kerugian negara di atas 1 miliar maka akan berlanjut laporan ke KPK.
Namun bila dugaan korupsi maupun penyalahgunaan wewenang dengan kerugian negara kurang dari 1 miliar maka kasus tersebut akan dilaporkan ke Kejaksaan Negeri Kota Pekalongan.
“Kita soroti tata kelola perusahaan air minum yang diduga amburadul dengan sistem seolah itu perusahaan pribadi atau keluarga. Tidak seperti laiknya manajemen perusahaan daerah yang berazas melayani sekaligus membantu masyarakat,” ujar Didik Pramono.
Ia menambahkan bila perlu pihaknya akan membuka posko pengaduan bagi korban-korban lain yang mengalami tagihan air minum mencekik yang kesulitan mendapatkan hak aduan.
“Sedang kita siapkan prosesnya, nanti tempat maupun kontak narahubung untuk dapat menerima aduan para korban dan bisa langsung melalui website kami www.bantuankita.com,” katanya.
Diberitakan sebelumnya seorang pelanggan Perusahaan Air Minum (PAM) di Kota Pekalongan bernama Hendro Figola (35) dibuat pusing dan tidak berdaya dengan tagihan air minum yang bengkak di luar batas kewajaran. Warga Kelurahan Bendan Kergon tersebut terpaksa putar badan lantaran aduan yang disampaikan ke Kantor Perumda Tirtayasa tidak mendapatkan solusi.
“Kedatangan saya untuk mengklarifikasi tagihan PAM yang bengkak hingga Rp 9 juta lebih tapi tak diberikan solusi,” ungkap Indro di luar Kantor Perumda Tirtayasa, Senin (30/7/2023).
Ia mengaku bermaksud untuk memohon keringanan tagihan dengan membayar dua atau tiga bulan dulu namun pihak Perumda Tirtayasa menolak dan tetap diminta bayar sesuai nominal di tagihan.
Hendro pun menceritakan kronologi dirinya sampai terjerat tagihan mencekik dari perusahaan air minum milik pemerintah daerah tersebut.
“Awalnya saya mengontrak tempat untuk usaha warung makan namun karena kondisi waktu itu masih dalam masa pemulihan Pandemi Covid-19 jadi usaha belum normal sehingga kerap terlambat bayar air,” ujarnya.
Mendadak setelah mengalami keterlambatan bayar menyebabkan tagihan air di bulan berikutnya langsung melonjak berkali lipat dan hal tersebut berlangsung selama 12 bulan. Karena biaya operasional ikut membengkak akhirnya dua dari tiga karyawan terpaksa diberhentikan.
“Saya pindah lokasi usaha namun pihak pemilik tempat sebelumnya menuntut tagihan air dilunasi. Tentunya saya merasa keberatan karena harus bayar Rp 9 juta lebih, saya belum ada uang sebesar itu,” ucapnya.
Dirinya hanya ingin diberikan keringanan tagihan namun tetap melunasi kewajiban. Sebenarnya pihak Perumda Tirtayasa sempat menawarkan solusi pembayaran namun masih terasa berat sekali.
“Saya diminta membayar langsung tujuh bulan sebesar Rp 6,3 juta. Tapi kan tetap saja terasa berat, karena tidak ada solusi lain akhirnya saya memilih pulang. Ndak tahu nanti apa yang terjadi,” katanya lemas.