Korban Dugaan Salah Akad Kredit Rumah Di BTN Pekalongan Siapkan Gugatan

Korban Dugaan Salah Akad Kredit Rumah Di BTN Pekalongan Siapkan Gugatan
Audensi antara LBH Adhyaksa dan BTN Pekalongan gagal memberikan solusi kepada korban dugaan salah akad kredit rumah

Pantura24.Com, Kota Pekalongan  -Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Adhyaksa siap melayangkan gugatan hukum kepada sejumlah pihak yang terlibat dalam kasus dugaan salah akad kredit rumah di Bank Tabungan Negara (BTN) Cabang Pekalongan.

“Kami akan tempuh jalur hukum dengan menggugat ke pengadilan atas kerugian yang diderita oleh klien kami, Pak Agustanto dan istri,” ujar Zaenudin, Didik.Pramono tim  LBH Adhyaksa, Kamis (13/7/2023).

Bacaan Lainnya

Menurut Zaenudin, gugatan hukum tersebut menjadi jalan terakhir setelah audensi dengan BTN Pekalongan mentok tidak menghasilkan solusi yang adil bagi korban.

Namun demikian sebelum melayangkan gugatan, dirinya sekali lagi akan mengupayakan audensi namun dengan
mengundang semua pihak seperti pengembang Kauman Residen, notaris dan BTN Pekalongan.

“Kalau nanti audensi bersama sejumlah pihak gagal terwujud barulah gugatan hukum itu akan kami ajukan. Jadi sebaiknya ditunggu apakah para pihak itu memenuhi undangan kami,” kata Zaenudin menjelaskan.

Sementara itu BTN Pekalongan menyangkal telah terjadi kesalahan pada kasus akad kredit rumah yang dialami oleh dibitur atas nama Agustanto dan Sri Budiarti.

“Kami tidak diberikan kewenangan memberikan pernyataan resmi. Tugas kami hanya menjelaskan pertanyaan yang sudah diajukan debitur kepada BTN, jadi sekali lagi tidak ada pernyataan resmi ke media manapun. Tigas kami hanya melakukan audensi dengan debitur,” tugas Bayu Prasowo, selaku legal BTN Kantor Wilayah Semarang.

Kasus dugaan salah akad kredit rumah di BTN Pekalongan muncul dari seorang pensiunan polisi yang merasa dirugikan karena menempati rumah angsuran yang tidak sesuai akad kredit.

Korban bernama Agustanto warga Kabupaten Batang telah mengangsur rumah tipe 50 di perumahan Kauman Residen, Batang. Namun setelah dua tahun baru menyadari rumah yang ditempati tipe 45.

Atas kejadian tersebut korban mengaku dirugikan karena mengangsur lebih mahal dari yang seharusnya. Tiap bulan nominal setoran tidak tetap mulai sari Rp 2,35 juta hingga Rp 2,8 juta.

Belakangan setelah dua tahun mengangsur akhirnya memilih berhenti lantaran khawatir sertifikat rumah akan berbeda bila lunas nanti. Korban juga tidak pernah ditagih hingga kasus tersebut mencuat.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *